Sabtu, 28 Februari 2009

Episode 2

Ada banyak hal yang aku hadapi. Ada masalah di rumahku, ibu dan ayahku selalu saja ribut, mereka lebih sering meributkan hal-hal yang tidak penting untuk diributkan, tetapi sengaja dibesar-besarkan, kadang-kadang masalahnya muncul dari ibuku atau dari ayahku. Sifat ayah dan ibu yang bertentangan memicu semua pertengkaran itu. Aku terkadang menangis di dalam kamar sendirian, terjaga di setiap malam meratapi nasib dan keluargaku.
Kehidupan keluargaku bisa dikatakan sangat hancur, tidak seperti anak-anak lain, yang selalu akur, tentram, dan harmonis. Bukan hal itu saja yang menyiksa batinku. Dulu ketika aku sudah asuk sekolah, kira-kira umurku sudah 6 tahunan, ibu sering sekali memukul aku. Pada saat SD otakku meang tidak terlalu pintar seperti anak yang lain. Nilai matematikaku selalu saja kecil, pokonya poelajaran yang berhubungan dengan IPA pasti selalu rendah. Aku sering sekali dimarahi oleh ibu dan kakak ketika mereka mengajari aku tentang pelajaran- pelajaran tersebut, sampai-sampai aku nangis dengan hebatnya. Yah, aku dulu hanya bisa menangis dan ak bisa berbuat apa-apa.
Ada hal yang menyakitkan lagi daripada ini dan tidak pernah bisa kau lupakan. Ketika aku SD, aku disuruh untuk membayar uang SPP sekolah, aku taruh uang itu di dlam tas. Kebetulan ada les di sekolah, ibuku sengaja datang ke sekolah untuk mengantarkan bekal, dia bertanya apakah aku sudah membayar uang SPP itu apa belum. Aku belum membayarnya karena uang SPP itu hilang padahal sudah aku taruh di dalam tas. Emosinya langsung meledak-ledak saat tahu aku belum membayar itu. Tertamparlah aku di depan teman-teman dan guru-guru. Mereka terkejut melihat hal yang barusan terjadi, karena mungkin mereka tidak pernah mengalaminya, dan hal etrsebut sangat asing dan tabu. Tubuhku terbujur kaku sekaligus malu. Aku malu sama-sama teman-teman.
Sakit sekali hati ini sebenarnya, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Sekucur air mata yang hanya keluar. Ibu tidak pernah merasa bangga ddengan diriku. Dia mungkin menganggap aku ini tidak punya bakat apa-apa. Aku selalu berdo’a kepada Allah, meminta agar semuanya bisa diakhiri, tapi kalau memang takdir, semuanya tidak akan pernah berubah. Ibu selalu membanding-bandingkan aku dengan anak lain. Dan dia juga selalu mempermalukan dan meremehkan aku. Dia bahkan lebih bangga dengan kakakku. Memang aku akui kalau kakakku lebih pintar dan nurut daripada aku, tidak seperti aku yang selalu berontak dengan mereka.
Aku tidak merasa nyaman ketika berada di rumah, rumah ini terasa panas bagiku. Aku juga suka merasa malas untuk sharring dengan mereka. Pernah sekali aku menceritakan sesuatu kepada ibuku, tapi dia selalu tidak setuju dengan apa yang aku lakukan. Pada saat dia marah, dia selalu mengungkit-ungkit apa yang aku ceritakan, argghhh.. pokoknya aku merasa malas. Aku selalu dipojokkan, seakan-akan aku yang paling salah saat itu. Mereka semua memangdangku sebelah mata, mungkin karena aku yang paling kecil di keluargaku…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar